PERSPEKTIF SOSIAL KULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA

 

Gambar. gotong royong adalah budaya masyarakat indonesia


Dalam dunia pendidikan sudah tidak asing lagi istilah Trilogi pendidikan yang diusulkan oleh Bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Ing Ngarso sung Tulodo (di depan menjadi teladan) yang mencerminkan bahwa seorang guru harus bisa menjadi teladan dan memberikan contoh yang baik kepada murid-muridnya.Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangun motivasi) yang meminta agar guru harus bisa memberikan motivasi kepada murid-muridnya dalam melakukan sesuatu dan bahkan bisa memposisikan diri menjadi teman atau sahabat dari murid-muridnya ketika dibutuhkan. Terakhir, Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan) yang menekankan untuk para guru mendorong siswa-siswinya berbuat baik Demi kemajuan diri mereka sendiri.

Trilogi pendidikan tersebut bukan hanya dapat diterapkan dalam dunia pendidikan akan tetapi dapat digunakan di kehidupan sehari-hari setiap insan manusia. Contohnya orang tua yang harus bisa menjadi teladan, pemberi motivasi dan dorongan untuk anaknya atau pemimpin yang harus bisa memposisikan diri sebagai contoh, teman dan penyemangat bagi para anggotanya. Inti dari penerapan Trilogi pendidikan adalah bagaimana seorang manusia dapat memposisikan diri secara baik di setiap lingkungan yang dia masuki. 

Selain Trilogi pendidikan, Bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara juga mewariskan Pendidikan Budi Pekerti yang harus ditanamkan kepada setiap insan manusia. Hal ini sejalan dengan setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia yang menekankan adanya pendidikan karakter di sekolah. Contohnya,  pemberlakuan Pendidikan Pancasila pada zaman Presiden Soeharto dan saat ini di Kurikulum Merdeka juga menekankan pendidikan budi pekerti yang terdapat pada pembelajaran Agama dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKN).

Lanjut, jika dibawa dalam hal perspektif sosial kultural, Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beraneka ragam kekayaan tradisi dan budaya. Penanaman sosial kultural atau budi pekerti sudah ada sejak zaman dahulu pada tradisi dan budaya daerah masing-masing. Misalnya saling tolong-menolong dan bekerja sama yang ada pada masyarakat kota masohi kecamatan Maluku Tengah yang disebut dengan Masohi. Contoh lainnya ialah budaya sopan santun masyarakat Jawa yang mana pada sistem kekerabatannya tidak dilihat dari umur melainkan dari jalur keluarga. Hal ini menyebabkan kadang ditemukan kita harus sopan kepada yang lebih muda karena berada pada status kekeluargaan yang lebih tinggi.

Berbicara tentang budi pekerti di perspektif sosial kultural erat kaitannya dengan karakter atau watak masyarakat Indonesia. Umumnya, di masyarakat Indonesia diajarkan sopan santun sejak dalam lingkungan keluarga. Contohnya, hormat kepada yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, ramah tamah ketika bertemu dengan orang lain, saling membantu antara sesama dan menjaga kerukunan kekeluargaan serta persatuan. Indonesia juga memegang erat semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. 

Poin selanjutnya terkait Sistem Among yang menekankan sistem pembelajaran yang proses pembelajaran merdeka bagi peserta didik dimana dipahami sebagai pemeliharaan dan perhatian untuk mendapatkan pertumbuhan anak lahir dan batin sesuai dengan kodrat. Dalam sistem ini diharapkan guru dapat menjadi Mong atau Momong yang bermaksud mengasuh atau membimbing peserta didik. Guru juga harus menekankan pada pembelajaran yang berpihak pada siswa sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam segi kognitif, afektif dan psikomotorik ke arah yang lebih baik. Sistem Among telah dimodifikasi dalam kurikulum merdeka dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi atau berfokus pada siswa.

Itulah pemikiran-pemikiran Bapak Pendidikan atau Ki Hajar Dewantara yang telah dipelajari dan merupakan ilmu baru bagi saya sebagai seorang calon guru. Kesimpulan yang dapat saya katakan ialah sebelum saya mempelajari materi ini, saya memahami bahwa yang namanya pendidikan dan pengajaran adalah dua hal yang sama. Akan tetapi terjawab sudah oleh dosen pengampu dalam materi kali ini yang menekankan bahwa pendidikan dan pengajaran adalah dua hal yang berbeda sebagaimana yang diajarkan oleh Bapak pendidikan. 

Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dari sini saya mengetahui bahwa tugas seorang guru bukan hanya Memberikan ilmu atau pengetahuan kepada siswanya tetapi harus membimbing dan menuntun siswanya untuk dapat mengetahui manfaat dari ilmu itu dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa tersebut.

Terakhir, sebagai bentuk penerapan dari materi yang sudah saya pelajari, Insya Allah saat saya PPL nanti saya akan berusaha menjadi guru yang memegang prinsip Trilogi Pendidikan dan mengamalkan budi pekerti yang baik, dilandasi dengan sosial kultural yang ada di daerah sekolah saya mengajar.



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.